cerbung

Cerbung: Karena Kau Tlah Memilihku #1

14:27:00


Griya Senja - Aku selalu merasa jika kehidupan layaknya drama korea tak akan ada di kehidupan nyata. Karena bagiku semua itu hanya dongeng semata. Tapi aku salah. Aku yang lahir dari keluarga tak punya harus merasakan kerasnya kehidupan. Apalagi saat Ayah meninggal dua tahun yang lalu. Kehidupan keluargaku semakin sulit saja. Aku yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara harus mengambil alih semuanya. Yach, tanggung jawabku semakin berlipat saat adikku yang nomor dua terlibat perkelahian di sekolah. Seringkali aku merasa heran dibuatnya. Anak-anak SMP sekarang entah apa yang ada dalam pikiran mereka? Aku yang saat itu masih mengenakan seragam SMA harus hadir ke sekolah adikku lantaran mendapat surat panggilan dari guru BP. Dan untuk itulah aku saat ini berada. Di ruangan yang terkesan kaku ini duduk layaknya seorang pesakitan saja.
" Maaf menunggu lama. Tadi ada rapat sebentar". Sebuah suara menyadarkan lamunanku. Dengan tersenyum seramah mungkin aku kemudian memperkenalkan diri sebagai kakaknya Dipa Adidarma. Dan ternyata guru BP adikku adalah seorang laki-laki yang masih muda dan juga tampan. Poin plus tersendiri mengingat guru BP selama ini identik dengan image mengerikan. Bahkan di sekolahku pun demikian. Aku jadi berfikir jika saja guru BP di sekolahku seperti ini, mungkin atau bahkan daftar antrian anak yang bermasalah setiap hari akan meningkat. Yach, meningkat tajam. Khususnya bagi siswa putri. Aku tersenyum sendiri membayangkan imajinasiku barusan.
" Maaf, apakah ada yang salah? Kenapa tersenyum sendiri?" Lagi-lagi guru BP yang kece badai itu membuyarkan lamunanku. Aku merutuk dalam hati tentang kebodohanku barusan. Pelajaran Moral nomor 57 " Jangan berimajinasi disembarang tempat".
" Maaf, tidak. Hanya kesalahan reaksi." Aku menggigit bibirku karena jawaban yang tak masuk akal tersebut. Tapi untungnya guru yang aku tahu bernama Pak Andrea ini tak mempermasalahkan ucapanku walau sebelah alisnya sempat terangkat, heran. 
" Begini Mbak, adik Mbak Vaya yang bernama Dipa Adidarma telah melanggar aturan dengan terlibat perkelahian dengan teman sekelas. Persoalannya hanya karena tersinggung karena tak sengaja tersenggol". Pak Andrea menjelaskan dengan penuh wibawa namun tak terkesan menggurui. Aku menghela nafas panjang. 
" Mohon untuk lebih diperhatikan agar kasus ini tak terulang lagi. Ini sudah kedua kalinya. Jika sekali lagi terulang, kemungkinan besar saudara Dipa Adidarma akan kena sanksi." Setelah berbicara panjang lebar dan mendapatkan kesepakatan disertai permohonan maafku yang berkali-kali aku meninggalkan kantor guru dengan menahan rasa jengkel dalam hati. Aku berjalan di koridor menuju ruang parkir. Sampai suara suitan yang aku yakin ditujukan padaku terdengar nyaring disertai suara tawa yang menggema. Aku berusaha tak menghiraukannya apalagi hanya ulah iseng anak-anak SMP yang tak tau etika. Aku terus berjalan sampai seseorang menghadang jalanku dengan cengiran yang sangat memuakkan bagiku.
" Eh, cewek cantik nyasar sampai sini, cari siapa?" Aku menatap tanpa ekspresi sosok di depanku. Sangat tak layak untuk mendapat predikat sebagai pelajar. Tubuhnya yang bongsor melebihi diriku, belum lagi seragamnya yang jauh dari kata rapi. Rambut agak kemerah-merahan karena efek pewarna rambut. Dan beberapa gelang warna hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Entah bagaimana ceritanya makhluk seperti ini bisa bertahan sebagai pelajar di sini. Aku mencoba bergeming dan tak menunjukan reaksi apapun. Rasanya lucu jika aku harus bertengkar dengan anak SMP padahal aku saat ini berada di sini juga lantaran kasus perkelahian adikku. Anak di depanku perlahan melangkah maju. Dan aku tak tahu harus bereaksi seperti apa saat ini? Saat tangan anak tersebut terulur padaku, tiba-tiba saja sebuah tangan menahannya. Saat mataku menatap sosok tersebut ternyata Pak Andrea.
" Tidakkah kamu tahu dia tamu di sini? Di mana sopan santunmu sebagai pelajar?" Pak Andrea memberondong pertanyaan yang hanya dijawab anak tersebut dengan kebungkaman. Tampak kebencian tercetak jelas di raut wajahnya. Mungkin saja berbagai sanksi telah di alamatkan Pak Andrea kepadanya.
" Ayow minta maaf, apalagi dia lebih tua darimu". Sejenak anak tersebut berusaha bertahan. Namun tatapan mata Pak Andrea seolah tak bisa ditaklukannya.
" Maaf". Ucapnya pelan. 

To Be Continue

Image by kawankumagz.com

You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE

Like us on Facebook