cerbung

Cerbung: Karena Kau Tlah Memilihku #4

11:11:00


Griya Senja - Hari ini sekolah libur, jadi paling tidak aku bisa sedikit berleha-leha di rumah tanpa harus menghadapi makhluk-makhluk menyebalkan di sekolah. Peristiwa di kantin kemarin memang sangat menyita perhatianku. Bukan lantaran aku duduk satu meja dengan Ian, namun reaksi seluruh sekolah yang membuatku harus ekstra hati-hati mulai sekarang. Karena sepertinya mereka mulai membenciku. Suara ketukan di pintu membuatku beranjak dari tempat tidur.
" Vay, sibuk gak?" Dipa langsung bersuara saat aku membuka pintu. Aku menatapnya heran karena baru kali ini dia terlihat agak terbuka dan berbicara seperti ini padaku. Hanya saja ekspresinya tetap sama. Flat. Aku membuka lebar pintu kamarku untuk mempersilahkan dirinya masuk. Dengan canggung dia melangkah masuk. Dipa duduk di bangku yang tak jauh dari jendela sambil memandang sekeliling. Aku sengaja menunggunya membuka suara terlebih dahulu. Namun sampai beberapa menit, hanya ada kesunyian di sana.
" Jadi?" Aku mencoba membuka suara untuk menyadarkannya jika dari tadi aku menunggu.
" Emmnmn....Vay, kamu malu gak sich punya adik aku?" Pertanyaan yang tanpa tendeng aling-aling tersebut sedikit mengejutkanku. Namun aku berhasil menguasainya.
" Kenapa memangnya?" Apakah kamu malu jika kenyataannya aku kakak kamu?" Aku balik bertanya sambil menatapnya penuh selidik.
" Jawab dulu Vay". Pintanya sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
" Aku tak pernah malu dengan keadaan kita Pa, tak pernah. Walau kita terlahir dari keluarga yang tak punya, tapi aku tak pernah malu mengakui jika kalian semua adalah keluargaku. Kamu, Ibu, dan Riyan adalah keluarga yang aku punya saat ini. Setelah Ayah meninggal, kalian adalah tanggung jawabku. Aku membantu Ibu mewakili Ayah untuk menjaga kamu dan Riyan. Itulah kenapa aku selalu sedih jika kalian bandel dan semaunya sendiri." Aku terdiam sambil melihat ekpresinya. Namun Dipa tetap terdiam sambil memainkan jemarinya. 
" Kalau ada yang menggangumu, beri tahu aku ya Vay". Dipa menatapku lekat. Aku terharu mendengar ucapannya barusan. 
" Ok, thanks". Aku tersenyum padanya. 
" Jangan tersenyum seperti itu pada setiap lelaki". Ujarnya ketus sambil beranjak keluar kamar. 

***
Aku melihat sedikit perubahan pada diri Dipa sejak percakapan kemarin. Jujur, aku senang melihatnya meskipun dia tetap terlihat badung dan semaunya sendiri. Paling tidak, dia mencoba membuatku tak mendapat panggilan lagi dari sekolahnya. Perubahan itu semakin jelas saat tak sengaja aku bertemu pak Andrea saat sedang mengantri di sebuah Bank. Sambil menunggu antrian, kami terlibat perbincangan mengenai Dipa.
" Kakaknya Dipa ya?" Sapa Pak Andrea sambil mengambil tempat duduk di sebelahku. 
" Selamat Siang Pak". Aku berusaha bersikap ramah padanya walau agak sedikit canggung mengingat dirinya adalah guru Dipa.
" Dipa sudah mulai ada perubahan di sekolah". Pak Andrea membuka percakapan. Aku hanya tersenyum menganggapi.
" Dia tidak lagi terlibat perkelahian. Sepertinya dirinya sudah tak ikut nongkrong-nongkrong saat pulang sekolah." Tambahnya.
" Iya Pak, Dipa pulang tepat waktu sekarang. Sesekali jika pulang terlambat, dia memberi kabar".
" Syukurlah jika begitu. Sayang sekali jika anak seperti Dipa masuk dalam pergaulan yang salah. Dia termasuk siswa favorit di sekolah lho, fansnya banyak sekali, khususnya para siswi". Kami tertawa bersama menanggapi cerita tersebut. Percakapan berakhir saat aku mendapati nomor antrianku pendapat panggilan. 
" Saya duluan Pak, terima kasih untuk obrolannya". Ujarku sambil beranjak dari tempat duduk.
" Sam-sama, panggil saja saya Andre." Jawabnya sambil tersenyum padaku. Olala...

Image by kawankumagz.com

You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE

Like us on Facebook