cerbung

Cerbung: Karena Kau Tlah Memilihku #3

10:35:00


Griya Senja - Aku selalu berharap hujan datang. Hujan selalu saja membawa cerita tersendiri dalam kehidupanku. Ketenangan yang ditawarkannya seolah tak mampu aku tepis. Aku suka hujan. Seperti saat ini, saat aku berada di kantin sekolah terdiam menikmati hujan.
" Suka hujan?" Tiba-tiba saja seseorang menarik kursi di depanku dan mendudukinya. Penghuni kantin pun berkasak-kusuk demi melihat pemandangan tersebut. Aku menatap heran laki-laki di hadapanku. Menilik seragamnya dia memang siswa SMA Hawai. Tapi aku tak pernah sekalipun melihatnya. Gayanya yang santai dan semaunya sendiri mendandakan dirinya bukan orang baru di sini. Tapi kenapa aku tak pernah melihatnya? Aku selalu menghabiskan waktu istirahatku di sini, di tempat duduk yang sama dan tak pernah berubah. Atau aku yang selama ini terlalu cuek terhadap sekitar sehingga melewatkan keberadaan makhluk yang satu ini.
" Belum pernah melihatku?" Tanyanya seolah dapat mengerti pikiranku. Senyumnya tersungging tipis, namun tak mengurangi ketampanan yang memang mutlak menjadi miliknya.
" Aku Ian. Tepatnya aku kakak kelas kamu". Ucapnya sambil mengulurkan tangannya ke arahku. Memperkenalkan diri. Aku hanya menatapnya lekat tanpa bermaksud menyambut uluran tangannya. Ian. Aku sudah berkali-kali mendengar nama tersebut. Nama yang selalu menajadi pembicaraan seluruh sekolah tak terkecuali penghuni kelasku. Tapi baru kali ini aku melihatnya secara langsung.
" Vaya Setya Adidarma". Lelaki bernama Ian tersebut membaca nama yang terpasang di seragamku. Aku semakin tak menyukai gayanya yang slenge'an itu. Perlahan aku bangkit dan hendak mengambil buku yang bersebaran di atas meja, namun dengan sigap ditahannya buku-buku itu.
" Kenapa kamu satu-satunya siswi yang tak histeris melihatku?" Ian menaikkan kedua alisnya. Aku menghela nafas panjang. Mencoba bersikap biasa agar tak semakin mengundang perhatian seluruh sekolah. Tapi tanpa dikomando pun katin dengan cepat penuh dengan sesak.
" Karena bagiku, kamu bukan suatu hal yang membuatku harus bersikap histeris". Ujarku singkat sambil mengambil buku dari tangannya dan kemudian melangkah pergi. Laki-laki tersebut tak berusaha menahanku. Dia hanya tersenyum tipis sambil terus menatapku.

***

" Hoy Vay, tadi kamu bertemu Ian ya? Duduk satu meja lagi. Gimana rasanya?" Aku langsung diberondong pertanyaan saat memasuki kelas. Aku hanya diam saja sambil memasukkan beberapa buku ke dalam tas dan mengeluarkan buku pelajaran Matematika.
" Vaya, jawab dong?"
" Iya nich".
"Iya, cerita dong Vay". Semua bersuara dan mengrubutiku seolah aku gula mereka semut. Aku tersenyum menyadari imajiku barusan.
" Malah tersenyum, pasti seneng ya? Beruntung banget kamu bisa satu meja dengannya". Celetuk Lala teman sebangkuku dengan mata berbinar.
" Kalian kenapa sich, selalu meributkan hal-hal yang tak penting seperti itu. Ingat, sebentar lagi ulangan Matematika. Apa sudah siap?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan tepat saat Bu Anjar memasuki kelas.
" Selamat Siang, kumpulkan buku kalian. Kita ulangan hari ini". Suara Bu Anjar santai namun tegas, disambut teriakan huu seluruh kelas. 

***

Kejadian di kantin kemarin ternyata menjalar begitu cepat. Terbukti kasak-kusuk terdengar saat keesokan paginya aku berangkat ke sekolah. Semua menatapku dan menunjuk-nunjuk ke arahku. Aku tak habis pikir, kenapa peristiwa kemarin akan berlanjut seperti ini. Apa yang istimewanya dari peristiwa kemarin. Mungkin sebentar lagi akan ada geromolan cewek yang merasa dirinya kece lantas menghampiriku dan melabrakku habis-habisan. Seperti di drama korea atau sinetron-sinetron. Dan ternyata imajiku benar saja, baru hendak menaiki tangga aku dihadang segerombolan cewek-cewek yang memang kece badai bak artis korea.
" 1,2,3,4....". Aku mencoba menghitung dalam hati adegan apa yang akan terjadi.
" Owh, rupanya anak bawang ini yang kemarin duduk satu meja dengan Ian". Salah seorang dari mereka bersuara. Aku paling tidak suka diperlakukan seperti ini. Membully seseorang yang menurutnya di posisi bawah. Tapi aku hanya diam saja tanpa bermaksud meladeni ucapannya.
" Permisi Kak, aku mau lewat". Ujarku tanpa ekspresi disambut derai tawa dari mereka semua.
" Vaya Setya Adidarma". gadis berambut lurus dan berhidung mancung tersebut membaca namaku sambil menatapku penuh kebencian.
" Kamu jangan berani-beraninya sok jagoan di sini hanya karena kemarin Ian sudah duduk satu meja denganmu". Matanya berapi-api saat mengucapkan semua itu padaku. Aku mengrenyitkan dahi heran. Apa hubungannya dengan duduk satu meja dengan Ian dan sok jagoan di sini? Rasanya tak masuk akal. Apakah rata-rata cewek cantik akan melakukan hal konyol saat orang yang dicintainya ramah dengan cewek lain? Entahlah.
" Hey!! dengar tidak!!!" ucapnya  membentak. 
" Kakak bisa lihat siapa yang sok jagoan di sini? Apakah sejak kemarin aku berkoar-koar jika aku duduk satu meja dengan Ian? Tidak kan? Bahkan berita itu menjalar dengan sendirinya tanpa aku sendiri perlu menyiram bensin di atasnya."
" Hey!!". Cewek tersebut marah mendengar jawabanku, jari telunjuknya terulur padaku namun  kata-katanya tertahan ditenggorokan. Aku melenggang menaiki tangga untuk menuju ruang kelasku. Dan aku merasa, ini akan berbuntut panjang. Dan ini adalah permulaannya saja.

To Be Continue

Image by kawankumagz.com

You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE

Like us on Facebook